23 November 2009

Kita satu, bukan satu-satu..

Sedih rasanya berjalan sendirian menjalani hidup yang penuh dengan rintangan ini. Satu per satu sahabatku, temanku, saudaraku harus meninggalkan aku berjalan sendiri. Yaa, memang saya harus tumbuh dewasa dan terbang. Sendirian dan tanpa bantuan siapapun. Begitu juga mereka, mereka harus mengais jati diri mereka sendiri, memahat tempat mereka sendiri. Semua serba sendiri, orang per orang. Layaknya juga nanti kita dikubur sendiri di liang lahat.

Sayang aku belum terbiasa melakukan segalanya sendirian. Masih tergantung dengan pihak manapun. Segala berjalan dengan indah ketika saya melaksanakan diklat auditor terampil di Pusdiklat BPK Kalibata. Saya merasa memiliki keluarga baru, sahabat baru, kehidupan baru yang sangat menyenangkan. Semuanya serba diliputi kebersamaan, kekerabatan, dan kekeluargaan. Saya suka itu. Dimana beban yang harus saya pikul dapat saya bagi dengan mereka, dimana saya merasa mencintai dan dicintai layaknya sebuah persaudaraan. Satu, itulah kita. Bagaikan lebah yang saling bekerja sama menghasilkan madu, bagaikan semut yang bergotong royong membawa makanan, dan bagaikan kepompong yang siap terbang menjadi kupu-kupu.

Kini, delapan bulan sudah kami harus berterbangan masing-masing sesuai dengan apa yang diinginkan oleh sang takdir. Seluruh penjuru Indonesia. Benar kata seorang kawan, kalau kami bak sekumpulan paku yang kemarin diciptakan setajam mungkin dalam tempat pembuatannya. Lalu sekarang kami ditebarkan dimana-mana, di seluruh Indonesia untuk membocorkan ban-ban kendaraan para tikus-tikus yang menggerogoti keuangan bangsa Indonesia ini. Sebegitu mulianya tugas kami, sehingga kami pun harus rela ditebarkan dimana pun.

Tidak mudah untuk tetap menjadi paku tajam. Apalagi sekarang saya sendiri. Tidak ada yang menajamkan mata paku saya, apalagi mencegahnya menjadi tidak berkarat. Sulit bagi saya untuk tetap bertahan pada idealisme. Tapi tekad sudah bulat. Meski sendiri, saya harus tetap bisa menajamkan mata paku saya sendiri. Layaknya teman-teman saya yang lain tentunya.

Kita tetap satu kan kawan?! Meski jarak, waktu, dan kesibukan memisahkan kita. Bahkan untuk menyapa hai saja sulitnya bukan main. Kalau memang begini cara yang paling baik agar mata paku kita tetap menjadi tajam, saya ikhlas, karena saya yakin, suatu saat nanti kita akan kembali berkumpul sebagai sebuah keluarga. Keluarga besar paku-paku yang telah berhasil mengoyak-oyak roda para tikus bodoh yang merusak moral bangsa. Semoga Tuhan selalu meelindungi kalian, dimanapun kalian berada, apapun yang sedang kalian perbuat. Kita tetap satu, bukan satu-satu.

Tidak ada komentar: